Senin, Desember 08, 2014

Malam -1

21 tahun yang lalu. Tepat di malam hujan di bulan Desember. Seorang ibu tengah bertarung antara hidup dan mati.
Beliau adalah seorang ibu yg tengah mengandung anak ke tiga nya. Di sisinya tersanding seorang pria gagah yang kewibawaannya sama sekali tidak luntur lantaran kepanikannya. Surat rujukan dari bidan ke Rumah Sakit Pemerintah di Bekasi digenggamnya erat.

12 jam sang ibu berjuang melawan maut. 12 jam sang bapak berjuang memberi keyakinan akan kemampuan ibu. Hingga pukuk 11 malam, tanggal 9 bulan Desember terlahir seorang bayi perempuan. Kondisinya tidak sempurna, tapi cukup menyempurnakan kebahagiaan sang bapak dan ibu tersebut.

Saat ini. Sang bayi telah tumbuh menjadi perempuan, bukan remaja namun belum berpribadi dewasa.

Ia tumbuh menjadi perempuan manja di antara bapak dan ibunya, serta diantara kedua mas kandungnya. Tapi seketika menjadi perempuan yang kuat di antara kehidupan sosialnya.

Dunia kerja, adalah dunia baru baginya. Karirnya belum d mulai tapi akan segera terlihat. Dibalik mimpinya untuk sekolah lagi, ia sedang mencari celah demi mencapai mimpi tersebut..

Harapannya di tahun ini:
..semoga bapak dan ibu selalu di sisinya sampai ia sukses dan mandiri
..semoga kedua mas nya selalu menjadi panutan untuk menggapai hidup yg lebih baik
..semoga semua teman-temannya tetap setia sampai akhir hayat
..semoga ada jalan untuk mencapai mimpi besarnya sekolah lagi

Satu hal yang pasti. Perempuan ini sangat menyayangi setiap yg ada di sekelilingnya. Termasuk jika anda ada di sekitar perempuan ini..

Salam perempuan,
-ia-

Seandainya ....... hanya ......

Seandainya kesedihan ini hanya 1 jam

Seandainya kemarahan nya hanya 10 menit

Seandainya kesulitan ini hanya 1 hari

Seandainya cobaan ini hanya 1 minggu

Seandainya beban ini hanya sesaat

Seandainya kegelapan ini hanya 1 malam

Seandainya kamu hanya untuk ku

Seandainya masa lalu hanya cerita

Seandainya segala sesuatu yg sulit hanya sebentar dan kita tau kapan itu akan berakhir

Maka semua 'Seandainya' sekedar batas 'Hanya'. Tanpa mengajari kita sesuatu untuk Bertahan, Berjuang, Berkorban sampai Bertawakal..

Karena 'Seandainya' 'Hanya' salah satu cara menghibur dengan Berangan, Bermimpi dan Berkhayal.

Seandainya aku hidup Hanya sesaat lagi. Aku punya mimpi besar yg harus cepat ku gapai demi menghindari kemungkinan seandainya dan hanya...
Tidak semua 'seandainya' dan 'hanya' hadir tanpa memberi pelajaran bagi kita.

(Sekali lagi, saya memayahkan tulisan awal saya)

Senin, Desember 01, 2014

Mimpi itu akan tercapai

hai kamu, blogy. Apa kabar?
Aku sepi
Aku jenuh
Aku mau terbang
Aku mau punya cerita
Aku punya cita
Aku punya impian
Aku punya masa depan
Aku punya mereka
Aku berharap mereka
Aku memohon pada Nya
..

Ada apa ty?
Saat ini aku sedang melalui tangga. Demi mencapai puncak, aku harus melalui anak tangga demi anak tangga satu per satu. Ini hidup. Dan aku tau itu. Tapi ayku punya mimpi yang belum selesai.
Aku mau menyelesaikan mimpi itu semuda mungkin. Karena aku yakin, mimpiku ini bukan untuk diselesaikan saat kelak aku berkeluarga...

Apa maksudnya Jenuh ty?
Aku jenuh dengan seseorang, dia mungkin salah satu bagian dari mimpi kecil ku, dan bukan mimpi besar ku. Aku hanya butuh kepastian dari nya. Untuk menetukan apa aku harus Bertahan atau kembali Bertualang.

Apa maksudnya ingin Terbang ty?
Untuk mimpi besarku ini, aku harus terbang. Karena tidak akan selesai hanya dengan berjalan atau berlari, apa lagi hanya diam (seperti yang sekarang aku lakukan).

Cerita apa yang ty punya?
Cerita hidup, dari berita yang beberapa bulan lalu menyinari layar televisi.
Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Silvanus Alvin, Edhie Prayitno Ige, Tanti Yulianingsih, Mevi Linawati
     Raut wajah Mugiyono berseri-seri tak kuasa menahan senyum yang menampilkan deretan giginya yang putih. Dia bersemangat mengayuh becaknya mengantar gadis manis yang berdandan rapi dan memakai toga wisuda. Maklum, gadis yang menumpang becaknya adalah putri bungsunya.
Raeni, namanya. Penerima beasiswa Bidik Misi yang mengambil Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu, berangkat ke lokasi wisuda dari indekosnya diantar ayahnya dengan becak.
     Raeni dan ayahnya langsung menjadi perhatian para keluarga wisudawan dan puluhan wartawan Selasa 10 Juni 2014 kemarin. Kendati demikian, senyum bangga tetap menghiasi wajah Raeni, juga sang bapak.
Ayah Raeni memang bekerja sebagai tukang becak, yang setiap hari mangkal tak jauh dari rumahnya di Kelurahan Langenharjo, Kendal.
     Pekerjaan itu dilakoni Mugiyono, setelah ia berhenti sebagai karyawan di pabrik kayu lapis. Sebagai tukang becak, penghasilannya tak menentu. Sekitar Rp 10-Rp 50 ribu per hari. Karena itu, ia juga bekerja sebagai penjaga malam sebuah sekolah dengan gaji Rp 450 ribu per bulan.
Meski dari keluarga kurang mampu, Raeni berkali-kali membuktikan keunggulan dan prestasinya. Dia beberapa kali memperoleh indeks prestasi 4. Sempurna!
     Prestasi itu dipertahankan hingga ia lulus, sehingga ia ditetapkan sebagai wisudawati terbaik dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) 3,96.
    Raeni juga menunjukkan tekad baja, agar bisa menikmati masa depan yang lebih baik dan membahagiakan keluarganya. "Selepas lulus sarjana, saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Pengin-nya melanjutkan (kuliah) ke Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi," kata gadis yang bercita-cita menjadi guru tersebut.
     Tentu saja cita-cita itu didukung sang ayahanda. Mugiyono mendukung putri bungsunya itu untuk berkuliah, agar bisa menjadi guru sesuai cita-citanya.
     "Sebagai orangtua hanya bisa mendukung. Saya rela mengajukan pensiun dini dari perusahaan kayu lapis agar mendapatkan pesangon," kata pria yang mulai menggenjot becak sejak 2010 itu.
     Rektor Unnes Fathur Rokhman mengatakan, apa yang dilakukan Raeni membuktikan tidak ada halangan bagi anak dari keluarga kurang mampu untuk bisa berkuliah dan berprestasi.
     "Meski berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang, Raeni tetap bersemangat dan mampu menunjukkan prestasinya. Sampai saat ini Unnes menyediakan 26% dari jumlah kursi yang dimilikinya, untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Kami sangat bangga dengan apa yang diraih Raeni," kata Fathur.



Aku tau, kamu akan menanyakan semua hal yang ku tulis dalam sajak di awal. Aku rasa cerita itu sudah mewakili semua pertanyaan yang akan kamu tanyakan bukan?
Intinya, Aku akan segera menyelesaikan mimpi mimpi ku..
Cepat atau lambat aku akan memulainya.
Mulai dari Niat. Dukungan. Do'a. dan itu semua tidak akan ada artinya tanpa sebuah Tindakan

Ada sedikit Kutipan Indah untuk mendorong semangat merai mimpi:
     Ketika ada kesempatan walaupun sekecil apapun kesempatan untuk merealisasikan mimpi itu maka ambillah kesempatan itu. Kita tidak pernah tau bagaimana takdir Allah bekerja terhadap perubahan diri kita. Sebagaimana Allah juga mengingatkan kita dalam sebuah ayat-Nya
     “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Qs. Ar-Ra’d:11)
     Kadangkala kita hanya diberi pilihan untuk mengambil kesempatan itu dan mengikhtiarkannya atau pilihan lain adalah melewatkan kesempatan itu berlalu bersama waktu.
     Jika pilihan itu jatuh kepada pilihan mengambil kesempatan adalah pilihan yang tepat, sekarang saatnya kita berjuang dengan maksimal tidak perlu terobsesi pada hasilnya biarkan takdir Allah yang bekerja menurut kadar dan ukurannya. Bermimpilah setinggi-tinggi dan sebanyak mungkin jangan lupa diiringi dengan usaha yang gigih dan pantang menyerah, merubah diri kepada hal-hal yang baik dan positif dan terakhir jangan lupa berdoa minta pada Allah agar Dia membantu kita untuk merealisasikan mimpi dan cita-cita kita tersebut selanjutnya lihatlah beberapa minggu, bulan, tahun-tahun ke depan adakah dari list mimpi-mimpi kita yang tidak pernah berjawab? Jika tidak yakin? Cobalah! Karena Kita sendiri yang bisa merasakannya!


Banyak jalan menuju Roma,mungkin ini salah satu pepatah yang bisa menggambarkan mereka-mereka yang punya semangat unutk belajar. Misalnya kisah Winarno, seorang anak yang lahir dari keluarga miskin. Ayahnya seorang informan polisi yang tidak lulus SD dan ibunya seorang tukang pijat yang buta huruf. Masa sekolah dan kuliah Winarno identik dengan perjuangan keras, dari urusan biaya, fasilitas untuk bersekolah, hingga transfortasi yang cukup jauh. Satu prinsip kuat yang ia yakini saat itu adalah, kalau pintar pasti bisa berhasil. Maka ia pun memompa semangatnya untuk bisa meraih nilai tertinggi. Untuk urusan kuliah, ia menemukan taktik untuk bisa memperoleh sekolah gratis. Dari seluruh perjuangannya, Winarno kini sudah meraih gelar professor untuk bidang ilmu dan teknologi pangan. Di usianya yang sudah berkepala tujuh, ia masih aktif sebagai Rektor di Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta. Kisah Basuki asal Sragen, lain lagi. Sejak kecil ia disibukan dengan urusan membantu perekonomian keluarga dari mulai jualan kantong plastik, semir sepatu, atau ngojek paying saat hujan. Kala itu keluarga mereka hijrah ke Ibukota untuk meningkatkan taraf hidup dan malangnya, tidak berhasil. PHK yang menimpa ayahnya, kemudian memaksa keluarga ini kembali ke kota asal mereka, Sragen. Menjelang masa kuliah, Basuki mulai merambah usaha baru, yakni jadi loper koran. Jadi masa kuliah pun ia jalani sambil berjualan koran dan di waktu luang jadi pedagang asongan. Pada Januari 2010 lalu, Basuki mendapatkan pengukuhan gelar Doktor Ilmu Komunikasi dari Universitas Indonesia. Dan kini tercatat sebagai dosen di Universitas Pembangunan Nasional, Yogyakarta. Dari Yogakarta, ada kisah menarik milik Purwadi. Putra pasangan Ridjan dan Yatinem ini harus bekerja keras sejak kecil agar bisa meneruskan sekolahnya hingga ke bangku kuliah. Ayahnya seorang buruh tani dan ibunya yang penjual bakul sayur, tak memiliki kemampuan ekonomi yang cukup untuk membiayainya. Alhasil Purwadi harus pintar-pintar mencari cara. Masa kuliah ia berjualan kantung gandum, menjual majalah bekas, hingga memberi les gamelan. Untuk mengirit biaya buku dan makanan, ia memiliki trik trik khusus semasa kuliah. Perjuangan yang tak kenal lelah telah mengantar Purwadi meraih gelar Doktor Filsafat dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Anda mengenal Saldi Isra? Seorang Ahli Hukum Tata Negara yang cukup menonjol di tanah air. Di usianya yang ke 42 tahun, ia sudah menyandang gelar Profesor Doktor. Tahukah anda Saldi Isra lahir dari keluarga seperti apa? “Orang tua saya petani yang buta hurup, dan masa sekolah saya harus dilakukan sambil membantu orang tua membajak sawah,” Kisah yang penuh spirit juga hadir dari seorang dokter bedah syaraf kaliber dunia, Eka Julianta. Dokter yang telah berhasi melakukan banyak operasi otak dan batang otak ini, kini sering mendapat undangan untuk melakukan presentasi di berbagai Fakultas kedokteran dan symposium di berbagai Negara baik Asia, Afrika, Eropa dan Amerika. Tapi tahukah anda, bahwa perjuangan Eka, untuk mengejar mimpi dan mewujudkan cita-citanya sebagai dokter, dimulai dengan membantu ibunya menumbuk singkong getuk, dan menjajakannya di sekolah. Banyak anggapan menilai mereka yang bisa kuliah lagi karena ada dana yang mencukupi. Namun anggapan itu tak selamanya benar. Walau ada dana yang cukup namun jika tidak ada kemauan dan semangat untuk belajar tentunya tidak bisa terwujud. Atau ada anggapan bahwa untuk mengejar mimpi seperti itu tidaklah realistis dikala himpitan ekonomi menjadi alasan. Memang pendidikan di negeri ini seakan2 memupus orang2 tidak kecukupan untuk bersekolah, namun, lihat masih banyak orang yang hanya bermodal semangat dan kerja keras mampu meraih mimpi itu,,, Semangat mereka dalam menuntut ilmu memang patut diapresiasi. Make Money at : http://bit.ly/copy_win

Make Money at : http://bit.ly/copy_win
Banyak jalan menuju Roma,mungkin ini salah satu pepatah yang bisa menggambarkan mereka-mereka yang punya semangat unutk belajar. Misalnya kisah Winarno, seorang anak yang lahir dari keluarga miskin. Ayahnya seorang informan polisi yang tidak lulus SD dan ibunya seorang tukang pijat yang buta huruf. Masa sekolah dan kuliah Winarno identik dengan perjuangan keras, dari urusan biaya, fasilitas untuk bersekolah, hingga transfortasi yang cukup jauh. Satu prinsip kuat yang ia yakini saat itu adalah, kalau pintar pasti bisa berhasil. Maka ia pun memompa semangatnya untuk bisa meraih nilai tertinggi. Untuk urusan kuliah, ia menemukan taktik untuk bisa memperoleh sekolah gratis. Dari seluruh perjuangannya, Winarno kini sudah meraih gelar professor untuk bidang ilmu dan teknologi pangan. Di usianya yang sudah berkepala tujuh, ia masih aktif sebagai Rektor di Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta. Kisah Basuki asal Sragen, lain lagi. Sejak kecil ia disibukan dengan urusan membantu perekonomian keluarga dari mulai jualan kantong plastik, semir sepatu, atau ngojek paying saat hujan. Kala itu keluarga mereka hijrah ke Ibukota untuk meningkatkan taraf hidup dan malangnya, tidak berhasil. PHK yang menimpa ayahnya, kemudian memaksa keluarga ini kembali ke kota asal mereka, Sragen. Menjelang masa kuliah, Basuki mulai merambah usaha baru, yakni jadi loper koran. Jadi masa kuliah pun ia jalani sambil berjualan koran dan di waktu luang jadi pedagang asongan. Pada Januari 2010 lalu, Basuki mendapatkan pengukuhan gelar Doktor Ilmu Komunikasi dari Universitas Indonesia. Dan kini tercatat sebagai dosen di Universitas Pembangunan Nasional, Yogyakarta. Dari Yogakarta, ada kisah menarik milik Purwadi. Putra pasangan Ridjan dan Yatinem ini harus bekerja keras sejak kecil agar bisa meneruskan sekolahnya hingga ke bangku kuliah. Ayahnya seorang buruh tani dan ibunya yang penjual bakul sayur, tak memiliki kemampuan ekonomi yang cukup untuk membiayainya. Alhasil Purwadi harus pintar-pintar mencari cara. Masa kuliah ia berjualan kantung gandum, menjual majalah bekas, hingga memberi les gamelan. Untuk mengirit biaya buku dan makanan, ia memiliki trik trik khusus semasa kuliah. Perjuangan yang tak kenal lelah telah mengantar Purwadi meraih gelar Doktor Filsafat dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Anda mengenal Saldi Isra? Seorang Ahli Hukum Tata Negara yang cukup menonjol di tanah air. Di usianya yang ke 42 tahun, ia sudah menyandang gelar Profesor Doktor. Tahukah anda Saldi Isra lahir dari keluarga seperti apa? “Orang tua saya petani yang buta hurup, dan masa sekolah saya harus dilakukan sambil membantu orang tua membajak sawah,” Kisah yang penuh spirit juga hadir dari seorang dokter bedah syaraf kaliber dunia, Eka Julianta. Dokter yang telah berhasi melakukan banyak operasi otak dan batang otak ini, kini sering mendapat undangan untuk melakukan presentasi di berbagai Fakultas kedokteran dan symposium di berbagai Negara baik Asia, Afrika, Eropa dan Amerika. Tapi tahukah anda, bahwa perjuangan Eka, untuk mengejar mimpi dan mewujudkan cita-citanya sebagai dokter, dimulai dengan membantu ibunya menumbuk singkong getuk, dan menjajakannya di sekolah. Banyak anggapan menilai mereka yang bisa kuliah lagi karena ada dana yang mencukupi. Namun anggapan itu tak selamanya benar. Walau ada dana yang cukup namun jika tidak ada kemauan dan semangat untuk belajar tentunya tidak bisa terwujud. Atau ada anggapan bahwa untuk mengejar mimpi seperti itu tidaklah realistis dikala himpitan ekonomi menjadi alasan. Memang pendidikan di negeri ini seakan2 memupus orang2 tidak kecukupan untuk bersekolah, namun, lihat masih banyak orang yang hanya bermodal semangat dan kerja keras mampu meraih mimpi itu,,, Semangat mereka dalam menuntut ilmu memang patut diapresiasi. Make Money at : http://bit.ly/copy_win

Make Money at : http://bit.ly/copy_win