hai kamu, blogy. Apa kabar?
Aku sepi
Aku jenuh
Aku mau terbang
Aku mau punya cerita
Aku punya cita
Aku punya impian
Aku punya masa depan
Aku punya mereka
Aku berharap mereka
Aku memohon pada Nya
..
Ada apa ty?
Saat ini aku sedang melalui tangga. Demi mencapai puncak, aku harus melalui anak tangga demi anak tangga satu per satu. Ini hidup. Dan aku tau itu. Tapi ayku punya mimpi yang belum selesai.
Aku mau menyelesaikan mimpi itu semuda mungkin. Karena aku yakin, mimpiku ini bukan untuk diselesaikan saat kelak aku berkeluarga...
Apa maksudnya Jenuh ty?
Aku jenuh dengan seseorang, dia mungkin salah satu bagian dari mimpi kecil ku, dan bukan mimpi besar ku. Aku hanya butuh kepastian dari nya. Untuk menetukan apa aku harus Bertahan atau kembali Bertualang.
Apa maksudnya ingin Terbang ty?
Untuk mimpi besarku ini, aku harus terbang. Karena tidak akan selesai hanya dengan berjalan atau berlari, apa lagi hanya diam (seperti yang sekarang aku lakukan).
Cerita apa yang ty punya?
Cerita hidup, dari berita yang beberapa bulan lalu menyinari layar televisi.
Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Silvanus Alvin, Edhie Prayitno Ige, Tanti Yulianingsih, Mevi Linawati
Raut wajah Mugiyono berseri-seri tak kuasa menahan senyum yang
menampilkan deretan giginya yang putih. Dia bersemangat mengayuh
becaknya mengantar gadis manis yang berdandan rapi dan memakai toga
wisuda. Maklum, gadis yang menumpang becaknya adalah putri bungsunya.
Raeni, namanya.
Penerima beasiswa Bidik Misi yang mengambil Jurusan Pendidikan
Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu,
berangkat ke lokasi wisuda dari indekosnya diantar ayahnya dengan
becak.
Raeni dan ayahnya langsung menjadi perhatian para keluarga wisudawan
dan puluhan wartawan Selasa 10 Juni 2014 kemarin. Kendati demikian,
senyum bangga tetap menghiasi wajah Raeni, juga sang bapak.
Ayah Raeni memang bekerja sebagai tukang becak, yang setiap hari
mangkal tak jauh dari rumahnya di Kelurahan Langenharjo, Kendal.
Pekerjaan itu dilakoni Mugiyono, setelah ia berhenti sebagai karyawan
di pabrik kayu lapis. Sebagai tukang becak, penghasilannya tak menentu.
Sekitar Rp 10-Rp 50 ribu per hari. Karena itu, ia juga bekerja sebagai
penjaga malam sebuah sekolah dengan gaji Rp 450 ribu per bulan.
Meski dari keluarga kurang mampu, Raeni berkali-kali membuktikan
keunggulan dan prestasinya. Dia beberapa kali memperoleh indeks prestasi
4. Sempurna!
Prestasi itu dipertahankan hingga ia lulus, sehingga ia ditetapkan
sebagai wisudawati terbaik dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) 3,96.
Raeni juga menunjukkan tekad baja, agar bisa menikmati masa depan
yang lebih baik dan membahagiakan keluarganya. "Selepas lulus sarjana,
saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Pengin-nya melanjutkan (kuliah) ke
Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi," kata gadis yang bercita-cita
menjadi guru tersebut.
Tentu saja cita-cita itu didukung sang ayahanda. Mugiyono mendukung
putri bungsunya itu untuk berkuliah, agar bisa menjadi guru sesuai
cita-citanya.
"Sebagai orangtua hanya bisa mendukung. Saya rela mengajukan pensiun
dini dari perusahaan kayu lapis agar mendapatkan pesangon," kata pria
yang mulai menggenjot becak sejak 2010 itu.
Rektor Unnes Fathur Rokhman mengatakan, apa yang dilakukan Raeni membuktikan tidak ada halangan bagi anak dari keluarga kurang mampu untuk bisa berkuliah dan berprestasi.
"Meski berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang,
Raeni tetap bersemangat dan mampu menunjukkan prestasinya. Sampai saat
ini Unnes menyediakan 26% dari jumlah kursi yang dimilikinya, untuk
mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Kami sangat bangga dengan apa yang
diraih Raeni," kata Fathur.
Aku tau, kamu akan menanyakan semua hal yang ku tulis dalam sajak di awal. Aku rasa cerita itu sudah mewakili semua pertanyaan yang akan kamu tanyakan bukan?
Intinya, Aku akan segera menyelesaikan mimpi mimpi ku..
Cepat atau lambat aku akan memulainya.
Mulai dari Niat. Dukungan. Do'a. dan itu semua tidak akan ada artinya tanpa sebuah Tindakan
Ada sedikit Kutipan Indah untuk mendorong semangat merai mimpi:
Ketika ada kesempatan walaupun sekecil apapun kesempatan untuk
merealisasikan mimpi itu maka ambillah kesempatan itu. Kita tidak pernah
tau bagaimana takdir Allah bekerja terhadap perubahan diri kita.
Sebagaimana Allah juga mengingatkan kita dalam sebuah ayat-Nya
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Qs. Ar-Ra’d:11)
Kadangkala
kita hanya diberi pilihan untuk mengambil kesempatan itu dan
mengikhtiarkannya atau pilihan lain adalah melewatkan kesempatan itu
berlalu bersama waktu.
Jika pilihan itu jatuh kepada pilihan
mengambil kesempatan adalah pilihan yang tepat, sekarang saatnya kita
berjuang dengan maksimal tidak perlu terobsesi pada hasilnya biarkan
takdir Allah yang bekerja menurut kadar dan ukurannya. Bermimpilah
setinggi-tinggi dan sebanyak mungkin jangan lupa diiringi dengan usaha
yang gigih dan pantang menyerah, merubah diri kepada hal-hal yang baik
dan positif dan terakhir jangan lupa berdoa minta pada Allah agar Dia
membantu kita untuk merealisasikan mimpi dan cita-cita kita tersebut
selanjutnya lihatlah beberapa minggu, bulan, tahun-tahun ke depan adakah
dari list mimpi-mimpi kita yang tidak pernah berjawab? Jika tidak
yakin? Cobalah! Karena Kita sendiri yang bisa merasakannya!
Banyak jalan menuju
Roma,mungkin ini salah satu pepatah yang bisa menggambarkan
mereka-mereka yang punya semangat unutk belajar. Misalnya kisah Winarno,
seorang anak yang lahir dari keluarga miskin. Ayahnya seorang informan
polisi yang tidak lulus SD dan ibunya seorang tukang pijat yang buta
huruf. Masa sekolah dan kuliah Winarno identik dengan perjuangan keras,
dari urusan biaya, fasilitas untuk bersekolah, hingga transfortasi yang
cukup jauh. Satu prinsip kuat yang ia yakini saat itu adalah, kalau
pintar pasti bisa berhasil. Maka ia pun memompa semangatnya untuk bisa
meraih nilai tertinggi. Untuk urusan kuliah, ia menemukan taktik untuk
bisa memperoleh sekolah gratis. Dari seluruh perjuangannya, Winarno kini
sudah meraih gelar professor untuk bidang ilmu dan teknologi pangan. Di
usianya yang sudah berkepala tujuh, ia masih aktif sebagai Rektor di
Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta. Kisah Basuki asal Sragen, lain
lagi. Sejak kecil ia disibukan dengan urusan membantu perekonomian
keluarga dari mulai jualan kantong plastik, semir sepatu, atau ngojek
paying saat hujan. Kala itu keluarga mereka hijrah ke Ibukota untuk
meningkatkan taraf hidup dan malangnya, tidak berhasil. PHK yang menimpa
ayahnya, kemudian memaksa keluarga ini kembali ke kota asal mereka,
Sragen. Menjelang masa kuliah, Basuki mulai merambah usaha baru, yakni
jadi loper koran. Jadi masa kuliah pun ia jalani sambil berjualan koran
dan di waktu luang jadi pedagang asongan. Pada Januari 2010 lalu, Basuki
mendapatkan pengukuhan gelar Doktor Ilmu Komunikasi dari Universitas
Indonesia. Dan kini tercatat sebagai dosen di Universitas Pembangunan
Nasional, Yogyakarta. Dari Yogakarta, ada kisah menarik milik Purwadi.
Putra pasangan Ridjan dan Yatinem ini harus bekerja keras sejak kecil
agar bisa meneruskan sekolahnya hingga ke bangku kuliah. Ayahnya seorang
buruh tani dan ibunya yang penjual bakul sayur, tak memiliki kemampuan
ekonomi yang cukup untuk membiayainya. Alhasil Purwadi harus
pintar-pintar mencari cara. Masa kuliah ia berjualan kantung gandum,
menjual majalah bekas, hingga memberi les gamelan. Untuk mengirit biaya
buku dan makanan, ia memiliki trik trik khusus semasa kuliah. Perjuangan
yang tak kenal lelah telah mengantar Purwadi meraih gelar Doktor
Filsafat dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Anda mengenal Saldi
Isra? Seorang Ahli Hukum Tata Negara yang cukup menonjol di tanah air.
Di usianya yang ke 42 tahun, ia sudah menyandang gelar Profesor Doktor.
Tahukah anda Saldi Isra lahir dari keluarga seperti apa? “Orang tua saya
petani yang buta hurup, dan masa sekolah saya harus dilakukan sambil
membantu orang tua membajak sawah,” Kisah yang penuh spirit juga hadir
dari seorang dokter bedah syaraf kaliber dunia, Eka Julianta. Dokter
yang telah berhasi melakukan banyak operasi otak dan batang otak ini,
kini sering mendapat undangan untuk melakukan presentasi di berbagai
Fakultas kedokteran dan symposium di berbagai Negara baik Asia, Afrika,
Eropa dan Amerika. Tapi tahukah anda, bahwa perjuangan Eka, untuk
mengejar mimpi dan mewujudkan cita-citanya sebagai dokter, dimulai
dengan membantu ibunya menumbuk singkong getuk, dan menjajakannya di
sekolah. Banyak anggapan menilai mereka yang bisa kuliah lagi karena ada
dana yang mencukupi. Namun anggapan itu tak selamanya benar. Walau ada
dana yang cukup namun jika tidak ada kemauan dan semangat untuk belajar
tentunya tidak bisa terwujud. Atau ada anggapan bahwa untuk mengejar
mimpi seperti itu tidaklah realistis dikala himpitan ekonomi menjadi
alasan. Memang pendidikan di negeri ini seakan2 memupus orang2 tidak
kecukupan untuk bersekolah, namun, lihat masih banyak orang yang hanya
bermodal semangat dan kerja keras mampu meraih mimpi itu,,, Semangat
mereka dalam menuntut ilmu memang patut diapresiasi.
Make Money at : http://bit.ly/copy_win
Make Money at :
http://bit.ly/copy_win
Banyak jalan menuju
Roma,mungkin ini salah satu pepatah yang bisa menggambarkan
mereka-mereka yang punya semangat unutk belajar. Misalnya kisah Winarno,
seorang anak yang lahir dari keluarga miskin. Ayahnya seorang informan
polisi yang tidak lulus SD dan ibunya seorang tukang pijat yang buta
huruf. Masa sekolah dan kuliah Winarno identik dengan perjuangan keras,
dari urusan biaya, fasilitas untuk bersekolah, hingga transfortasi yang
cukup jauh. Satu prinsip kuat yang ia yakini saat itu adalah, kalau
pintar pasti bisa berhasil. Maka ia pun memompa semangatnya untuk bisa
meraih nilai tertinggi. Untuk urusan kuliah, ia menemukan taktik untuk
bisa memperoleh sekolah gratis. Dari seluruh perjuangannya, Winarno kini
sudah meraih gelar professor untuk bidang ilmu dan teknologi pangan. Di
usianya yang sudah berkepala tujuh, ia masih aktif sebagai Rektor di
Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta. Kisah Basuki asal Sragen, lain
lagi. Sejak kecil ia disibukan dengan urusan membantu perekonomian
keluarga dari mulai jualan kantong plastik, semir sepatu, atau ngojek
paying saat hujan. Kala itu keluarga mereka hijrah ke Ibukota untuk
meningkatkan taraf hidup dan malangnya, tidak berhasil. PHK yang menimpa
ayahnya, kemudian memaksa keluarga ini kembali ke kota asal mereka,
Sragen. Menjelang masa kuliah, Basuki mulai merambah usaha baru, yakni
jadi loper koran. Jadi masa kuliah pun ia jalani sambil berjualan koran
dan di waktu luang jadi pedagang asongan. Pada Januari 2010 lalu, Basuki
mendapatkan pengukuhan gelar Doktor Ilmu Komunikasi dari Universitas
Indonesia. Dan kini tercatat sebagai dosen di Universitas Pembangunan
Nasional, Yogyakarta. Dari Yogakarta, ada kisah menarik milik Purwadi.
Putra pasangan Ridjan dan Yatinem ini harus bekerja keras sejak kecil
agar bisa meneruskan sekolahnya hingga ke bangku kuliah. Ayahnya seorang
buruh tani dan ibunya yang penjual bakul sayur, tak memiliki kemampuan
ekonomi yang cukup untuk membiayainya. Alhasil Purwadi harus
pintar-pintar mencari cara. Masa kuliah ia berjualan kantung gandum,
menjual majalah bekas, hingga memberi les gamelan. Untuk mengirit biaya
buku dan makanan, ia memiliki trik trik khusus semasa kuliah. Perjuangan
yang tak kenal lelah telah mengantar Purwadi meraih gelar Doktor
Filsafat dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Anda mengenal Saldi
Isra? Seorang Ahli Hukum Tata Negara yang cukup menonjol di tanah air.
Di usianya yang ke 42 tahun, ia sudah menyandang gelar Profesor Doktor.
Tahukah anda Saldi Isra lahir dari keluarga seperti apa? “Orang tua saya
petani yang buta hurup, dan masa sekolah saya harus dilakukan sambil
membantu orang tua membajak sawah,” Kisah yang penuh spirit juga hadir
dari seorang dokter bedah syaraf kaliber dunia, Eka Julianta. Dokter
yang telah berhasi melakukan banyak operasi otak dan batang otak ini,
kini sering mendapat undangan untuk melakukan presentasi di berbagai
Fakultas kedokteran dan symposium di berbagai Negara baik Asia, Afrika,
Eropa dan Amerika. Tapi tahukah anda, bahwa perjuangan Eka, untuk
mengejar mimpi dan mewujudkan cita-citanya sebagai dokter, dimulai
dengan membantu ibunya menumbuk singkong getuk, dan menjajakannya di
sekolah. Banyak anggapan menilai mereka yang bisa kuliah lagi karena ada
dana yang mencukupi. Namun anggapan itu tak selamanya benar. Walau ada
dana yang cukup namun jika tidak ada kemauan dan semangat untuk belajar
tentunya tidak bisa terwujud. Atau ada anggapan bahwa untuk mengejar
mimpi seperti itu tidaklah realistis dikala himpitan ekonomi menjadi
alasan. Memang pendidikan di negeri ini seakan2 memupus orang2 tidak
kecukupan untuk bersekolah, namun, lihat masih banyak orang yang hanya
bermodal semangat dan kerja keras mampu meraih mimpi itu,,, Semangat
mereka dalam menuntut ilmu memang patut diapresiasi.
Make Money at : http://bit.ly/copy_win
Make Money at :
http://bit.ly/copy_win