Rabu, Juni 22, 2011

Pelajaran malam hari


Satu hari ini telah mengubah segalanya bagiku. Kini aku bukan lagi anak kecil yang manja dan selalu merengek minta di belikan Barbie. Semua bermula ketika salah satu orang tuaku memakiku dengan kata-kata yg cukup kasar. Saat itu aku sadar bahwa aku bukan lagi anak kecil yang hanya bias nangis mengisak ketika di bentak. Jalan fikiranku sudah jauh di luar yang mereka kira.
Well…
Akhirnya langkah ini yang kuambil, bukan untuk memberontak pada mereka, tp hanya untuk menenangkan diri. Aku tidak pernah menaruh dendam pada siapapun, karena bagiku dendam adalah penyakit rohani yang paling akut. Langkah yang ku ambil ini membuatku mempelajari banyak hal yang sebelumnya tidak pernah kujangkau. Ya, sebuah realita kehidupan di tengan kota besar alias realita tentang kahidupan malam yang kejam.  Dimana sekelompok orang  yang tiba-tiba naik bis yang kutumpangi, aku tau bahwa mereka bukan anak-anak dari kalangan bawah, tp pola pikir mereka yang menjauhkan mereka dari keluarga.
Sekitar  7 orang, satu diantaranya cwe (yg sepertinya pacar dari salah satu pria dsana). Merekalah yang membuat darahku semakin naik. Ketika sebuah kotak sumbangan diidarkan pada penumpang dan akupun turut member selembar untuk mengisi kotak tersebut, tp tak dinyana salah satu dri mereka kembali berkeliling untuk meminta sumbangan lagi (rasanya tangan ku ingin melayang ke muka pria itu). Tanpa berdosa dia menyodorkan lengannya d hadapan ku dan berkata
                “sumbangannya, mba.”
                “td udah, mas.”
                “saya beda.”
                “beda apa? Temenan sama yg tadi kn?”
                “cantik-cantik jangan kikir, mba.”
                “ngsih klo ga ikhlas gmn?”
                “saya nerimanya ikhlas.”
                “yang nilai ikhlas itu Cuma yang ngasih (saya) sama Allah, mas”
Kata penutup itu ternyata mujarap juga. Diapun berlalu dari hadapanku. Bagiku tidak mudah berkata seperti itu dengan anak jalanan (tukang palak tepatnya), terlebih saat itu aku pergi sendirian di malam hari.  Sepanjang sisa perjalanan yg kulakukan hanya membaca puji-pujian untuk Allah, takut-takut klo yg yang sama kembali terulang.