Senin, Desember 30, 2013

Stainless Steel

KIMIA FISIKA II
AKADEMI KIMIA ANALISIS CARAKA NUSANTARA
(AKACN)
Tahun. 2013

1.    Pengertian
Baja stainless merupakan baja paduan yang mengandung minimal 10,5% Cr. Sedikit baja stainless mengandung lebih dari 30% Cr atau kurang dari 50% Fe.
2.    Karakteristik
Karakteristik khusus baja stainless adalah pembentukan lapisan film kromium oksida (Cr2O3). Lapisan ini berkarakter kuat,tidak mudah pecah dan tidak terlihat secara kasat mata. Lapisan kromium oksida dapat membentuk kembali jika lapisan rusak dengan kehadiran oksigen. Pemilihan baja stainless didasarkan dengan sifat-sifat materialnya antara lain ketahanan korosi, fabrikasi, mekanik, dan biaya produk.
3.    Kandungan bahan lain
Penambahan unsur-unsur tertentu kedalam baja stainless dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
a.    Penambahan Molibdenum (Mo) bertujuan untuk memperbaiki ketahanan korosi pitting dan korosi celah. Penambahan unsur molybdenum (Mo) untuk meningkatkan ketahanan korosi pitting di lingkungan klorida.
Unsur karbon rendah dan penambahan unsur penstabil karbida (titanium atau niobium) bertujuan menekan korosi batas butir pada material yang mengalami proses sensitasi.
b.    Penambahan kromium (Cr) bertujuan meningkatkan ketahanan korosi dengan membentuk lapisan oksida (Cr2O3) dan ketahanan terhadap oksidasi temperatur tinggi.
c.    Penambahan nikel (Ni) bertujuan untuk meningkatkan ketahanan korosi dalam media pengkorosi netral atau lemah. Nikel juga meningkatkan keuletan dan mampu bentuk logam. Penambahan nikel meningkatkan ketahanan korosi tegangan.
d.    Unsur aluminium (Al) meningkatkan pembentukan lapisan oksida pada temperature tinggi.


4.    Kategori
Umumnya berdasarkan paduan unsur kimia dan presentasibaja stainless dibagi menjadi lima katagori[4]. Lima katagori tersebut yaitu :
a.    Baja Stainless Martensitik

Baja ini merupakan paduan kromium dan karbon yang memiliki struktur martensit body-centered cubic (bcc) terdistorsi saat kondisi bahan dikeraskan. Baja ini merupakan ferromagnetic, bersifat dapat dikeraskan dan umumnya tahan korosi di lingkungan kurang korosif. Kandungan kromium umumnya berkisar antara 10,5 – 18%, dan karbon melebihi 1,2%. Kandungan kromium dan karbon dijaga agar mendaptkan struktur martensit saat proses pengerasan. Karbida berlebih meningkatkan ketahanan aus. Unsur niobium, silicon,tungsten dan vanadium ditambah untuk memperbaiki proses temper setelah proses pengerasan. Sedikit kandungan nikel meningkatkan ketahan korosi dan ketangguhan.
Baja jenis ini mempunyai struktur body centered cubic (bcc). Unsur kromium ditambahkan ke paduan sebagai penstabil ferrit. Kandungan kromium umumnya kisaran 10,5 – 30%. Beberapa tipe baja mengandung unsur molybdenum, silicon, aluminium, titanium dan niobium. Unsur sulfur ditambahkan untuk memperbaiki sifat mesin. Paduan ini merupakan ferromagnetic dan mempunyai sifat ulet dan mampu bentuk baik namun kekuatan di lingkungan suhu tinggi lebih rendah dibandingkan baja stainless austenitic. Kandungan karbon rendah pada baja ferritik tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas.
Baja Stainless austenititk merupakan paduan logam besi-krom-nikel yang mengandung 16-20% kromium, 7-22%wt nikel, dan nitrogen. Logam paduan ini merupakan paduan berbasis ferrous dan struktur kristal face centered cubic (fcc). Struktur kristal akan tetap berfasa austenit bila unsur nikel dalampaduan diganti mangan (Mn) karena kedua unsur merupakan penstabil fasa austenit. Fasa austenitic tidak akan berubah saat perlakuan panas anil kemudian didinginkan pada temperatur ruang. Baja stainless austenitik tidak dapat dikeraskan melalui perlakuan celup cepat (quenching). Umumnya jenis baja ini dapat tetap menjaga sifat asutenitik pada temperature ruang, lebih bersifat ulet dan memiliki ketahanan korosi lebih baik dibandingkan baja stainless ferritik dan martensit. Setiap jenis baja stainless austenitic memiliki karakteristik khusus tergantung dari penambahan unsur pemadunya.

Unsur
%wt
C
0,08
Mn
2
P
0,45
S
0,03
Si
0,75
Cr
18-20
Ni
8-10,5
Mo
0
Ni
0,10
Cu
0
Fe
Balance
Poison
Tensile
Yield
Elong
Hard
Mod
Density
0,27-0,30
515
205
40
88
193
8
Poison : Rasio Poison
Tensile : Tensile strength (MPa)
Yield : Yield Strength (MPa)
Elong : elongation %
Hard : Kekerasan (HVN)
Mod : Modulus elastisitas (GPa)
Density : berat jenis (Kg/m3)

Thermal ekspansi
(10-6/ºC)
Thermal konduktivitas (W/m-K)
Spesific heat (J/kg-K)
Resistivitas (10-9W-m)
17,2
16,2
500
720


b.    Baja Stainless Ferritik
Tingkat kekerasan beberapa tipe baja stainless ferritik dapat ditingkatkan dengan cara celup cepat. Metode celup cepat merupakan proses pencelupan banda kerja secara cepat dari keadaan temperature tinggi ke temperature ruang. Sifat mampu las, keuletan, ketahanan korosi dapat ditingktakan dengan mengatur kandungan tertentu unsur karbon dan nitrogen.
c.    Baja Stainless Austenitik
Baja stainless austenitic hanya bisa dikeraskan melalui pengerjaan dingin. Material ini mempunyai kekuatan tinggi di lingkungan suhu tinggi dan bersifat cryogenic. Tipe 2xx mengandung nitrogen, mangan 4-15,5%wt, dan kandungan 7%wt nikel. Tipe 3xx mengandung unsur nikel tinggi dan maksimal kandungan mangan 2%wt. Unsur molybdenum, tembaga, silicon, aluminium,titanium dan niobium ditambah dengan karakter material tertentu seperti ketahanan korosi sumuran atau oksidasi. Sulfur ditambah pada tipe tertentu untuk memperbaiki sifat mampu mesin.
Salah satu jenis baja stainless austenitic adalah AISI 304. Baja austenitic ini mempunyai struktur kubus satuan bidang (face center cubic) dan merupakan baja dengan ketahanan korosi tinggi. Komposisi unsur – unsur pemadu yang terkandung dalam AISI 304 akan menentukan sifat mekanik dan ketahanan korosi. Baja AISI 304 mempunyai kadar karbon sangat rendah 0,08%wt. Kadar kromium berkisar 18-20%wt dan nikel 8-10,5%wt yang terlihat pada Tabel 1. Kadar kromium cukup tinggi membentuk lapisan Cr2O3 yang protektif untuk meningkatkan ketahanan korosi. Komposisi karbon rendah untuk meminimalisai sensitasi akibat proses pengelasan.
Tabel 1. Komposisi kimia baja AISI 304[4]


Komposisi kandungan unsure dalam baja AISI 304 tersebut diperoleh sifat mekanik material yang ditunjukan pada Tabel 2.
Tabel 2. Sifat mekanik AISI 304 [4]
Keterangan:
Tabel 3. Sifat fisik dan listrik AISI 304 pada kondisi annealed[4]


d.    Baja stainless dupleks
Jenis baja ini merupakan paduan campuran struktur ferrite (bcc) dan austenit. Umumnya paduan-paduan didesain mengandung kadar seimbang tiap fasa saat kondisi anil. Paduan utama material adalah kromium dan nikel, tapi nitrogen, molybdenum,tembaga,silicon dan tungsten ditambah untuk menstabilkan struktur dan memperbaiki sifat tahan korosi. Ketahanan korosi baja stainless dupleks hampir sama dengan baja stainless austenitik. Kelebihan baja stainless dupleks yaitu nilai tegangan tarik dan luluh tinggi dan ketahanan korosi retak tegang lebih baik dari pada baja stainless austenitik. Ketangguhan baja stainless dupleks antara baja austenitic dan ferritik.

e.    Baja stainless pengerasan endapan
Jenis baja ini merupakan paduan unsure utama kromium-nikel yang mengandung unsur precipitation-hardening antara lain tembaga, aluminium, atau titanium. Baja ini berstruktur austenitic atau martensitik dalam kondisi anil. Kondisi baja berfasa austenitic dalam keadaan anil dapat diubah menjadi fasa martensit melalui perlakuan panas. Kekuatan material melalui pengerasan endapan pada struktur martensit.



Sumber:




PENETAPAN LINERITAS LIMIT DETEKSI LARUTAN BESI SECARA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK / VISIBLE

Tujuan:
1.   Mahasiswa menguasai cara – cara pengoperasian spektrofotometer cahaya tampak untuk sampel dengan efek matrik yang bisa diabaikan.
2.  Mahasiswa bisa menetapkan limit deteksi dan bisa membedakan antara kurva kaibrasi dan kurva standar.

Teori dasar
Besi dalam jumlah kecil dapat ditetapkan secara spektrofotometri dengan mengubahnya menjadi senyawa kompleks berwarna. Kemudian absorbansi dari larutan ini ditetapkan pada daerah visible dengan spektrofotometer. Dengan membandingkannya terhadap kurva standar dapat ditentukan kadar besi dalam contoh.
Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar tampak. Yang dimaksud sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia. Cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia adalah cahay dengan panjang gelombang 40-800 nm dan memilikienergi sebesar 299-149 kj/mol.
Elektron pada keadaan normal atau berada pada kulit atom dengan energi terendah disebut keadaan dasar (ground state). Energi yang dimiliki sinar tampak mampu membuat elektron tereksitasi dari keadaan dasarmenuju kulitatom yang memiliki energi lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi.
Cahaya yang diserap oleh suatu zat berbeda dengan cahaya yang ditangkap oleh mata manusia. Cahaya yang tampak atau cahaya yang dilihat dalam kehidupan sehari-hari disebut warna komplementer. Misalnya suatu zat akan berwarna orange bila menyerap warna biru dari spektrum sinar tampak dan suatu zat akan berwarna hitam bila menyerap semua warna yang terdapat pada spektrum sinar tampak. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut.



Panjang gelombang (nm)
Warna warna yang diserap
Warna komplementer (warna yang terlihat)
400 – 435
Ungu
Hijau kekuningan
435 – 480
Biru
Kuning
480 – 490
Biru kehijauan
Jingga
490 – 500
Hijau kebiruan
Merah
500 – 560
Hijau
Ungu kemerahan
560 – 580
Hijau kekuningan
Ungu
580 – 595
Kuning
Biru
595 – 610
Jingga
Biru kehijauan
610 – 800
Merah
Hijau kebiruan

Pada spektrofotometer sinar tampak sumber cahaya biasanya mengguanakan lampu tungsten yang sering disebut lampu wolfram. Wolfram digunakan sebagai lampu pada spektrofotometri tidak lepas dari sifatnya yang memiliki titikdidih sangat tinggi (5930oC).



Absorbansi
blanko
 0,008

0,007

 0,001

0,002

0,006

0,009

0,005

0,001

0,001

0,009

0,008

0,009

pengenceran
absorbansi
0,00
0,06
0,25
0,61
0,50
0,198
1,00
0,296
1,50
0,932
2,00
0,460
2,50
0,656
3,00
0,694
4,00
1,025
5,00
1,160
X
y
X2
Y2
X.Y
0,0
0,06
0
3,6x10-3
0
0,25
0,61
0,0625
0,3721
0,1525
0,50
0,198
0,25
0,0392
0,099
1,00
0,296
1
0,0876
0,296
1,50
0,992
2,25
0,9841
1,488
2,00
0,460
4
0,2116
0,92
2,50
0,656
6,25
0,4303
1,64
3,00
0,694
9
0,4816
2,082
4,00
1,025
16
1,0506
4,1
5,00
1,160
25
1,3456
5,8
∑ = 19,75
∑= 6,151
∑= 63,8125
∑= 5,0063
∑= 16,5775
R  =         n . ∑ (x.y)  -  (∑x) (∑y)     =           10 x 16.5775  - (19.75) (6.09)     =            45.4975     =  45.4975
x1
x1-x
(  x1-x)2
0,008
0,0082
6,724 . 10-5
0,007
0,0072

-0,001
-0,0008
6,4 . 10-7
-0,002
0,00
0,00
-0,006
-0,0058
3,36 . 10-5
0,009
0,092
8,464 . 10-5
0,005
0,0052
2,7 . 10-5
-0,001
-0,0008
6,4 . 10-5
0,001
0,0012
1,44 . 10-5
-0,009
-0,0088
7,744 . 10-5
-0,008
-0,0078
6,084 . 10-5
0,009
0,0092
8,464 . 10-5
-0,001
-0,0008
6,4 . 10-5
-0,005
-0,0048
2,3 . 10-5
-0,009
-0,0088
7,744 . 10-5
∑= -0,003

                  



Gambar 2 jenis spektronic-20 yang bekerja pada rentang panjang gelombang sinar tampak. Gambar diatas merupakan spectronic-20 lama yang sudah jarangbahkan mungkin tidak diproduksi lagi. Sedangkan gambar kedua adalah spectronic-20 terbaru.
Panjang gelombang yang digunakan untuk melakukan analisis adalah panjang gelombang dimana suatu zat memberikan penyerapan paling tinggi yang disebut panjang gelombang maksimum. Hal ini disebabkan jika pengukuran dilakukan pada panjang gelombang yang sama, maka data yang diperoleh makin akurat atau kesalahan yang muncul makin kecil.
Zat yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometri sinar tampak adalah zat dalam bentuk larutan dan zat tersebut harus tampak berwarna, sehingga analisis yang didasarkan pada pembentukan larutan berwarna disebut juga metode kolorimetri. Jika tidak berwarna maka larutan tersebut harus dijadikan bewarna dengan cara memberi reagent tetentu yang spesifik karena hanya bereaksi dengan spesi yang akan dianalisis.
            Linearitas menunjukkan kemampuan suatu metode analisis untuk memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan konsentrasi analit dalam contoh pada kisaran konsentrasi tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat kurva kalibrasi dari beberapa set larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya.
Limit deteksi adalah kepekatan analit minimum yang bisa dideteksi oleh alat pada suatu tingkat kepercayaan tertentu yang diketahui. Limit ini tergantung pada rasio perbesaran sinyal analitik terhadap ukuran fluktuasi statistical sinyal larutan blanko (yang dipengaruhi oleh galat acak). Berarti pengukuran mendekati limit deteksi akan menghasilkan sinyal analitik dengan besaran mendekati rata – rata sinyal blanko.
Kurva kalibrasi merupakan yang dibentuk oleh sinyal analitis vs kepekatan analit dengan rentang lebar  dan digunakan untuk mengetahui daerah kerja instrumen ukur. Kurva kalibrasi tidak dilinierkan, belum tentu linier dan belum tentu lengkung mengikuti fungsi persamaan tertentu. Karena itu harus dibuat apa adanya.
Dari kurva kalibrasi dapat ditentukan titik – titik limit deteksi, limit kuantitasi, dan limit linearitas. Kurva standar dibuat pada batas – batas tertentu sesuai dengan kebutuhan pengukuran analitik. Kurva ini belum tentu linier, umumnya berbentuk lengkung, namun masih boleh dilinierkan. Kurva standar mutlak di perlukan jika pengukuran itu tidak mengikuti ketentuan teoritis tertentu (seperti pada fotometri nyala atau pada spektrofotometri jika pengukuran sudah keluar dari batas pemberlakuan hukum beer).

Alat dan bahan


  • ·  Spektrofotometer cahaya tampak berkas tunggal spectronik-20 D                    
  • ·  Seperangka cuvet
  • ·  Seperangkat labu takar 100 ml 
  •     Larutan KCNS 20%
  •  - larutan standar induk Fe 100 µg/ml

Prosedur kerja
·         Pembuatan larutan standar induk 100 µg/ml Fe
Larutan standar induk  100 µg/ml Fe dapat dibuat dengan melarutkan 0,0702 gr (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O atau 0,0864 g  (NH4)2Fe(SO4)2.12H2O tambahkan 5 ml H2SO4 4 N kemudian encerkan dengan air suling dalam 100 ml.

·         Penetapan linearitas
1.      menghidupkan spektrofotometer dengan mengoperasikan tombolpower.
Biarkan alat menstabilkan temperatur bagian dalam (warming up) selama 15 menit
2.      membersihkan cuvet dan lingkungan kerja. (perhatikan cuvet bulat selalu memiliki tanda berupa garis atau bulatan kecil ketika dimasukkan kedalam spektrofotometer)
3.      mengatur panjang gelombang ke posisi yang diperlukan (490 nm) atur saklar pilih mode absorbansi (abs) jika relativ tidak berubah dalam 2 menit alat siap digunakan.
4.      Membuat deret standar 0,00 ; 0,5; 1,00; 2,00; 3,00; 4,00; 5,00; 6,00; 7,00; 8,00; 9,00 dan 10,00 µg/ml kedalam labu takar 50 ml dengan cara dipipet masing-masing larutan standar induk 100 µg/ml sejumlah 0,00; 0,25; 0,50; 1,00; 1,50; 2,00; 2,50; 3,00; 4,00 dan 5,00 ml kemudian masing-masing masukkan kedalam labu takar 50 ml dan tambahkan 2,5 ml HNO3 1:3 dan 2,5 ml KCNS 20% tera dengan air suling sampai tanda batas homogenkan.
5.      Membaca absorbansinya pada panjang gelombang 490 nm.

·         Penetapan limit deteksi (LD)
Untuk memperkirakan limit deteksi (LD) ukur larutan blanko dengan 6-30 ulangan (disarankan tidak kurang dari 20 ulangan) tanpa melakukan zero set. Pada praktikum ini lakukan 15 kali ulangan pembacaan skala ukur dengan rentang waktu 1 menit. Perhatikan bahwa pengertian ulangan disini,seharusnya bukanlah ulangan membaca skala pada alat karena pekerjaan ini hanya dipengaruhi oleh noise instrumental.



 Ulangan disini seharusnya dimulai dengan pembuatan blanko dan mengukur absorbansinya.
1.      Membuat larutan blanko sebanyak 15 menggunakan tabung reaksi
2.      Membaca serapannya pada panjang gelombang 490 nm
Blanko pereaksi
Pipet 0,25 ml HNO3 1:3 , 0,25 ml KCNS 20% dan 9,5 ml aquadest masukkan kedalam tabung reaksi


Data pengamatan


Perhitungan
·         Linieritas


persamaan regresi :
        √{n (∑x2) – (∑x)2} {n (∑y2) – (∑y)2}
  
        √[10(63.81) – (19.75)2} {10(5.002781) - (6.09)2]
  
        √(248.0375)(12.93971)
  
         56.6527
  
     = 0.80309


Pembahasan
            praktikum ini bertujuan menetapkan limit deteksi dan dapat membedakan kurva kalibrasi dan kurva standar. Pada praktikum ini yaitu penetapan lineritas limit deteksi larutan besi (Fe) kita menetapkan kepekatan larutan fe/analit minimum yang dapat dideteksi oleh suatu alat dengan tingkat kepercayaan tertentu yang diketahui.
            Pada praktikum ini menggunakan blanko yang bertujuan untuk membuat titik nol konsentrasi dari grafik kalibrasi, larutan ini hanya berisi pengencer dalam pembuatan larutan standar. Pada praktikum  ini blanko yang digunakan sebanyak15 tabung, tetapi seharusnya menurut teori blanko tidak boleh kurang dari 20 tabung karena semakin banyak blanko yang diukur maka semakin baik karena blanko sendiri sebagai penentu zero set danbertujuan untuk melihat kepresisian atau kita dapat melihat seberapa dekat perbedaan nilai pada saat pengulangan dilakukan.
            Pada pembuatan larutan induk labu takar yang digunakan harus benar-benar bersih sehingga pada saat pembuatan larutan induk larutan berwarna bening jika larutan bewarna maka labu takar yang digunakan masih kotor. Dari larutan induk ini dibuat deret standar larutan besi ini bertujuan untuk memperlihatkan hasil larutan deret standar yang linier atau tidak. Pada penetapan kadar besi di praktikum ini menggunakan spektrofotometer uv-visible (sinar tampak) dimana sampel atau larutan harus dalam kondisi berwarna yang biasanya dalam keadaan senyawa kompleks. Dalam hal ini larutan ditambah dengan KCNS 20% yang bertujuan agar menjadi larutan kompleks [Fe(CNS)3] yang berwarna merah.
            Pada percobaan ini spektrofotometri yang digunakan tepatnya adalah spektrofotometri cahaya tampak, karena logam besi mempunyai panjang gelombang lebih dari 400 nm, sehingga jika menggunakan spektrofotometri UV, logam besi dalam sampel tidak terdeteksi. Syarat analisis menggunakan visible adalah cuplikan yang dianalisis bersfat stabil membentuk kompleks dan larutan berwarna.
            Pada praktikum ini membuat kurva kalibrasi yang dibentuk oleh sinyal analisis dengan kepekatan analit terhadap rentang lebar dan digunakan untuk menegetahui daerah kerja instrumen ukur. Pada grafik ini grafik tidak dilinierkan karena kurva kalibrasi tidak boleh dilinierkan atau ditarik garis lurus harus mengikuti titik.titik yang ada dan dari titik – titik tersebut diketahui limit deteksinya, limit kuantitas dan limit linearitasnya.
            Hubungan konsentrasi dengan nilai absorbansi suatu larutan adalah dimana semakin tinggi konsentrasi suatu sampel maka nilai absorbansi yang diperoleh juga semakin tinggi.




Kesimpulan
Pada praktikum ini diperoleh data:
·        Larutan standar yang dapat linier karena harga regresi liniernya tinggi yaitu nilai koefisien relasinya 0,8043
·        Konsentrasi larutan berbanding lurus dengan nilai absorbansinya, jadi “Semakin tinggi konsentrasi sampel maka nilai absorbansinya yang diperoleh juga semakin besar.


Daftar pustaka